Membuat sensasi Berlebihan

Mahfud MD Soal Putusan PN Jakpus, Vonis Salah, Bisa Memancing Kontroversi  

Menko Polhukam rapat dengan DPR

JAKARTA--(KIBLATRIAU.COM)-- Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD khawatir putusan PN Jakarta Pusat dipolitisasi. Padahal, putusan terhadap gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur (Prima) itu, menurut Mahfud salah
namun akan berpotensi memancing kontroversi."Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar," ujar Mahfud kepada wartawan, Kamis (3/3).

PN Jakarta Pusat, menurut Mahfud, hanya membuat sensasi berlebihan. Mahfud yakin bila KPU melakukan banding bisa menang. Karena berdasarkan logika hukum, pengadilan negeri tidak punya kewenangan mengadili masalah kepemiluan."Karena PNtidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut," ujarnya. "Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu, dan sudah kalah di PTUN," lanjut Mahfud.Penundaan Pemilu juga tidak bisa dijatuhkan dalam kasus perdata. Bahkan dalam UU Pemilu mengatur penundaan pemungutan suara hanya diberlakukan oleh KPU untuk daerah tertentu yang bermasalah dengan alasan spesifik, tidak dilakukan secara nasional."Tidak ada hukuman penundaan Pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN," tegas Mahfud.Sebelumnya, PN Jakarta Pusat memberi penjelasan perihal putusan majelis hakim terkait gugatan dari Prima kepada KPU. PN Jakarta Pusat menegaskan, amar
putusan hakim bukan menunda Pemilu 2024.

Dalam amar putusannya, majelis hakim PN Jakarta Pusat telah memutuskan agar KPU tidak melanjutkan tahapan Pemilu 2024 dan kembali melaksanakan tahapan pemilu awal. Sebagaimana gugatan yang telah dikabulkan seluruhnya dari Prima."Mengadili, menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini dibacakan, dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," demikian poin ke lima dari amar putusan tersebut.Perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst itu diadili oleh ketua majelis hakim T. Oyong dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban. Putusan dibacakan pada hari ini, Kamis (2/3).

"Amar putusan tidak mengatakan menunda Pemilu ya, tidak. Itu menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024," ujar Pejabat Humas PN Jakarta Pusat, Zulkifli Atjo kepada merdeka.com, Kamis (2/3).Dia menjelaskan,Perkara nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst yang diadili ketua majelis hakim T. Oyong dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban berkaitan agar KPU mengulang dan tidak melanjutkan tahapan Pemilu.

"Jadi pada prinsipnya putusan itu dikabulkan adalah bunyinya itu menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024 sejak putusan diucapkan. Dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan dan 7 hari," ucap Zulkifli.Amar putusan berbunyi menghukum KPU kembali melaksanakan tahapan awal Pemilu selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari, berpotensi berdampak mundurnya tahapan Pemilu yang telah tersusun sampai 2024.

Zulkifli kembali menegaskan amar putusan itu belum berkekuatan hukum tetap. Karena gugatan yang dilayangkan Prima adalah gugatan biasa yang nyatanya telah dibanding oleh pihak Tergugat dalam hal ini KPU."Ini bukan sengketa Parpol ya. Jadi ini sengketa perbuatan melawan hukum. Jadi upayanya itu ada banding ada. Saya dengar dalam putusan ini KPU telah menyatakan banding. Tentu kita akan tunggu putusan apakah Pengadilan Tinggi, PT DKI sependapat dengan PN Jakarta Pusat," tuturnya. Zulkifli menjelaskan, Prima melakukan gugatan karena merasa dirugikan atas tahapan verifikasi yang dilakukan KPU. Sehingga partai tersebut gagal menjadi peserta Pemilu 2024."Jadi, ini intinya Prima mengajukan gugatan karena merasa dirugikan 2 tahun verifikasi itu. Nah, jadi barangkali tidak terverifikasinya Partai Prima, mengakibatkan dia tidak bisa ikut pemilu itulah jadi dia mengajukan gugatan. itu intinya," jelasnya.Zulkifli menjelaskan, Partai Prima melakukan gugatan karena merasa dirugikan atas tahapan verifikasi yang dilakukan KPU. Sehingga partai tersebut gagal menjadi peserta Pemilu 2024.

"Jadi, ini intinya Prima mengajukan gugatan karena merasa dirugikan 2 tahun verifikasi itu. Nah, jadi barangkali tidak terverifikasinya Partai Prima, mengakibatkan dia tidak bisa ikut pemilu itulah jadi dia mengajukan gugatan. itu intinya," jelasnya.Terpisah, Ketua KPU Hasyim Asy'ari memastikan tidak ada penundaan Pemilu pasca-putusan peradilan perdata PN Jakarta Pusat. Putusan PN Jakpus yang memenangkan gugatan Partai Prima meminta KPU tidak melanjutkan tahapan Pemilu 2024. Kendati demikian, pihaknya bakal menunggu salinan resmi dari PN Jakpus ihwal perkara tersebut."Kami di internal KPU sudah rapat membahas substansi dari putusan dari Pengadilan Negeri Jakpus ini dan kami menyatakan nanti kalau sudah kita menerima salinan putusannya kita akan mengajukan upaya hukum berikutnya, yaitu banding ke pengadilan tinggi," kata Hasyim dalam konferensi pers secara daring, Kamis (2/3).(Net/Hen)
 


Berita Lainnya...

Tulis Komentar